Kesedihan di Balik Bukit Barisan
Pudarnya Kebudayaan dalam Masyarakat
Dok. pribadi |
Seperti yang telah kita ketahui tahun 90-an Indonesia masih
kental dengan kebudayaannya yang khas mulai dari tari-tarian, hukum adat, dan
makanan. Salah satunya di Kabupaten Lebong, Bengkulu, Indonesia. Kabupaten
Lebong memang masih asing bagi sebagian orang. Namun Kabupaten ini memiliki
pesona yang luar biasa. Terlepas dari rute yang ditempuh terbilang melelahkan.
Kabupaten Lebong masih berhawa sejuk, karena memang dipagari
oleh pegunungan dan hamparan sawah yang terhampar luas sepanjang mata
memandang. Selain itu terdapat beragam kebudayaan, seperti tari kejai, tari
iben pena’ok. Makanan khas seperti lemea, nasi punjung, sawo, rendang kijing,
sambea unjang, dan masih banyak lagi. Juga hukum adat yang sudah jarang
terdengar. Namun masih dijunjung tinggi, yaitu sawo.
Berbekal tugas dari Dosen, saya dan beberapa anggota
kelompok yang berasal dari daerah Lebong menyusuri keberagaman budaya yang
semakin hari semakin menghilang dari peradaban masyarakat. Mirisnya hanya
segelintir orang saja yang mengetahui seluk beluk kebudayaan Lebong. Hal ini
menunjukkan bahwa kebudayaan perlahan kehilangan peminat. Sebab para kaum
muda lebih memilih segala macam yang berbau modern. Kebudayaan terdahulu
dianggap kuno dan tidak menarik, sedangkan para orang tua saat ini sudah sangat jarang memperkenalkan kebudayaan pada anak-anaknya. Faktor inilah yang membuat
kebudayaan semakin tergerus oleh kecanggihan dan kepraktisan. Ditambah lagi
terdapat sindrom gadget dan android, tidak aneh jika anak berumur 5 tahun telah
candu pada alat elektronik tersebut.
Adalah kakek Lung, salah satu narasumber yang begitu luar
biasa. Walau tidak muda lagi, ia masih ingin mempertahankan kebudayaan
Kabupaten Lebong. Terbukti dari didirikannya sanggar tari dan alat-alat musik
tradisional yang masih terjaga dengan baik.
“Saat
ini sangat jarang anak muda yang ikut andil melestarikan kebudayaan kita ini,”
katanya “bahkan huruf kaganga yang merupakan huruf asli kita ingin diterbitkan
orang lain. Hal itu akan berdampak buruk, karena huruf kaganga akan dikenal
berasal dari daerahnya. Dan perlahan huruf kaganga akan menghilang dari bagian identitas Kabupaten Lebong,” sambung kakek Lung.
“Dan juga salah satu tarian kebanggaan suku Rejang, yaitu tari Kejai atau ta’ai
Kejai akan menjadi cikal bakal identitas Bengkulu nanti,” tutupnya
Hal ini semakin memperkuat realita yang terjadi sekarang.
Di mana yang tua lebih punya andil akan kelestarian budaya dari pada para kaum
muda yang seakan entah di mana. Tak menutup kemungkinan jika kebudayaan dalam
masyarakat akan semakin memudar tiap tahunnya dan bisa saja akan menghilang lebih cepat dari
yang diperkirakan. Jadi pada hakikatnya, segala kecanggihan yang disajikan
dunia memang ada baiknya dan boleh-boleh saja digunakan. Tapi tidak dianjurkan
menjadi candu dan ketergantungan. Sebab kaum muda yang hanya diajarkan dengan
hal-hal “instan” justru akan sulit berkembang dan tidak akan mengenal
identitas bangsanya sendiri. Kerena berawal dari mengenal ia akan mencintai,
yang kemudian akan tumbuh rasa tanggung jawab pada dirinya. Dan secara tidak
langsung ia akan menuntut dirinya untuk melestarikan.
Semoga saja kebudayaan Indonesia dan Kabupaten Lebong
khususnya akan tetap lestari dan tetap menjadi bagian dari identitas Indonesia yang kaya
akan keberagaman. Bukan Indonesia yang menukar budayanya dengan berbagai
kecanggihan dunia dan lupa akan potensi Indonesia demi sebuah trend yang katanya “kekinian”.
Salam Aksara, Salam Lestari Indonesia!
Komentar
Posting Komentar